Belajar Dari Laba-laba

Posted by Kafanal Kafi on Tuesday, March 18, 2014

Hari ini saya menghadiri undangan syukuran dari adek sepupu istri saya. Alhamdulillah, acaranya meriah. Dan tak kalah meriahnya adalah suguhan yang serba "Wah". Kebetulan diantara para tamu undangan saya duduk sendirian, mengamati hidangan yang menurut saya sangatlah istimewa. Tiba-tiba datang seorang tamu lain dan duduk di sampingku. Saya lihat, dia berdecak melihat menu yang dihidangkan di hadapannya seraya berguman, "Wah, beda ya orang kaya sama orang kayak kita." Terus saya jawab, "Kita? Abang aja kali yang gak kaya," gurauku sambil ketawa.
Setelah itu, kami berdua ngobrol-ngobrol. Disela obrolan itu saya utarakan salah satu hadits Nabi yang diriwayatkanoleh Imam Bukhari, Muslim, dan yang lainnya dari Abu Hurairah dengan redaksi sebagai berikut,

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

Ibnu Battal, sebagaimana dinukil dalam Kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan Tirmidzi menjelaskan maksud dari hadits ini seraya mengatakan bahwa hakikat kaya itu tidak dilihat dari banyaknya harta. Sebab banyak orang yang diberi anugerah berlimpah oleh Allah tapi tidak juga merasa cukup dan ingin terus mencari lainnya. Bahkan ada yang tidak peduli dari mana asalnya. Dengan begitu, ia belum disebut kaya. Justru sebetulnya ia orang termiskin di dunia (teringat lagu Meggy Z ; Termiskin di Dunia) sebab tak kunjung mendapat apa yang dia cita.

Adapun orang yang pada hakikatnya kaya adalah orang yang merasa cukup dengan apa yang dipunya dan yang tidak membabi buta ketika mencari tambahannya. Ini dia orang yang kaya. Ia merasa cukup dengan yang dimiliki tanpa memandang iri kepada milik selainnya.

Hey, boleh nggak ngiri ama orang yang banyak harta dan hartanya itu ditasharufkan kepada hal-hal yang haq? Boleh donk... Ada dua hal yang kita diperbolehkan iri, tapi tidak saya sampaikan pada teman bicara saya. Hehe takut ngelantur ntar...lain kali aja kale :)

Selanjutnya, kami pun meneruskan perbincangan. Dalam perbincangan itu saya sampaikan tentang rejeki dan kekayaan. Dan untuk urusan ini, kita patut belajar pada binatang unik dan penuh misteri yaitu binatang monggo (bahasa Jawa) kalau bahasa Indonesianya apa ya?....Eh iya Laba-laba. "Kita mesti belajar dari laba-laba," kata saya.

Lihatlah laba-laba itu. ia tidak pernah mengejar mangsa kecuali yang menempel di jaringnya. Meskipun banyak mangsa yang lebih lezat, ia tidak tertarik karena itu bukan haknya. Dan jika dia memaksakan diri untuk memangsa yang berada di luar jaringnya, berarti ia siap untuk celaka. Intinya, ia hanya makan dari hasil jerih payahnya dan tidak bernafsu untuk mencari di luar kekuasaanya. Ia selalu merasa cukup dan tidak pernah merasa iri. Hebat bukan?
Ini pula yang membuat seorang ulama besar yaitu Hasan Al-Bashri berkata, “Aku tenang beribadah, karena aku tahu rezeki sudah ada yang mengaturnya.”

Dalam hal ini Rasulullah bersabda:

لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

"Andai kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal maka Allah akan memberimu rezeki sebagaimana memberi rezeki kepada burung, yang ketika pagi hari pergi dari sarangnya dalam kondisi lapar, saat kembali sore hari dalam kondisi kenyang." (HR. Ibnu Majah)

Yuk, mari belajar dari laba-laba. wallahu musta'an.

Blog, Updated at: 3:30 AM

0 comments:

Post a Comment

Komentarlah dengan bijak :-)