Lepas Dari Salah, Bukanlah Syarat Seorang Itu Ulama

Posted by Kafanal Kafi on Tuesday, March 11, 2014

Ditulis oleh Abidun Zuhri :
Saya membaca kitab Talbis Iblis, beberapa kali saya mendapati Ibnul Jauzi melakukan kritik terhadap Hujjatul Islam Abu Hamidal-Ghazali yang sudah masyhur itu. Beberapa kali Ibnul Jauzi menyebut al-Ghazali turun dari derajat kepakarannya di bidang Fiqih. Misalnya seperti dibawah ini, Ibnul Jauzi mengutip perkataan al-Ghazali dalam Ihya` Ulumuddin.

Al-Ghazali mengatakan, “Maksud dari riyadhah adalah mengosongkan hati dan hal ini tidak lain adalah dengan menyepi di tempatyang gelap.”

Al-Ghazali juga mengatakan, “Jika tidak ada tempat yang gelap, hendaklah ia melipat kepalanya dengan jubahnya atau berselimut dengan kain besar atau sarung. Dalam keadaan ini ia akan mendengar panggilan Al-Haqq dan menyaksikan keagungan Hadhrah ar-Rububiyah.”

Ibnul Jauzi mengomentari perkataan al-Ghazali tadi dengan mengatakan, “Lihatlah aturan-aturan ini. Yang mengherankan, bagaimana hal ini keluar dari seorang Faqih-Alim? Dari mana dia mengetahui bahwa yang didengarnya adalah panggilan Al-Haqq dan bahwasanya yang ia saksikan adalah keagungan Rububiyah? Padahal bisa jadi yang dirasakannya hanyalah waswas dan khayalan-khayalan yang rusak. Fenomena ini biasa dialami orang yang lapar, karena ia akan didominasi oleh pikiran yang kacau.” 


Tanggapan teman-teman terhadap tulisan ini:

Abu Sulthon:
Ulama-ulama yang hebat. terlepas benar ato salah, setelah membaca cerita ini, beginilah yg terlintas di benakku... memang ulama ahli syariat dan ulama ahli tasawuf sering berbeda pandangan. hanya saja, ulama syariat lebih sering menghukumi pd apa yg tampak, sementara mereka belum pernah mencoba memasuki ato merasakan dunia tasawuf. bagaimana para ahli syariat bisa mengklaim, sementara mereka belum pernah mencoba dan merasakan? wallahu a'lam... salam hangat dari 'dulur enom :)

Dydimus Iffat Sahib:
Al-Ghazali dalam al-Munqidz Min adh-Dhalaal menyatakan bahwa beliau tidak bergerak kecuali apa-apa yang digerakkan Tuhan, tidak berkata-kata kecuali yang dikatakan Tuhan. Beliau juga mendakwakan diri sebagai mujaddid abad ke-5 H. Kesimpulannya, hijab yang menghalangi Khaliq dengan makhluq telah tersingkap bagi beliau. Ulama-ulama zhahir cenderung menanggapi perkataan para mistiskus secara letterlejk. Ini dikarenakan status mereka yang mahjub, sedangkan para sufi telah sampai pada maqam yang murtafi', termasuk Hujjat al-Islam Abu Hamid al-Ghazali (ra). Dus, perkataan Ibn al-Jauzi (rh) ini dapat dimengerti.

Abidun Zuhri:
Ibnul Jauzi juga tidak terlepas dari kritikan para ulama. Ketika ia mengkitik kaum Sufi dan orang-orang yang menerima hadits tanpa mempedulikan sanad, ia tampak sebagai sosok yang ada pada metode benar, punya keberania dan semangat yang tinggi, seperti tampak dalam kitab Talbis Iblis, Sihfat ash-Shafwah dan al-Maudhu'at. Namun, dalam karya-karya yang lain, ia bertolak belakang dengan karakter tersebut, misalnya dalam kitab Al-Mudhiys, Dzammul Hawa dan Daf'u Syubhat.

Ibnu Abdil Ghaffar:
Imam al ghozali rahimahullah adalah ulama besar yg sama sama kita maklumi. sumbangan dan sentuhan beliau pada ilmu ushul dan fiqh serta wawasan dlm maqhosid as syariah sangat menonjol tp dlm sisi al hadits dan ilmu hadits banyak ulama yg mengkritik beliau terutama kitab beliau ihya'ulumud diin. contoh ulama hadits yg mengkritik beliau misalnya .Imam az-Zahabi (meninggal 748H):
“Aku katakan: Al-Ghazali adalah imam yang besar, namun bukanlah menjadi syarat seorang alim itu untuk dia tidak melakukan kesilapan”( Siyar Alam al-Nubala 19/339, Beirut : Muassasah al-Risalah).---demikian jg al-Imam Ibn Katsir (meninggal 774H) berkata:
“Ketika berada di Damsyik dan Bait al-Maqdis, al-Ghozali mengarang kitabnya Ihya `Ulum al-Din, ia sebuah kitab yang aneh. Ia mengandung ilmu yang banyak berkaitan syara, bercampur dengan kehalusan tasawwuf dan amalan hati. Namun padanya banyak hadis yang gharib, munkar dan palsu." ( Ibn Kathir, Al-Bidayah wa al-Nihayah, 12/186, Beirut: Dar al-Kutub al-`Ilmiyyah)....sama seperti diungkap pd status di atas yakni al-Hafiz al-Imam Ibnu al Jauzi (meninggal 597H):
“Kemudian datang Abu Hamid al-Ghazali menulis untuk golongan sufi kitab al-Ihya’ berdasar pegangan mereka. Dia memenuhi bukunya dengan hadis-hadis yang batil yang dia tidak tahu kebatilannya." (Ibn Jauzi, Talbis Iblis, hal. 190, Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah).
---al-Imam Tajuddin as-Subki (meninggal 771H) tokoh mazhab Syafi’i ,beliau dikenal sbg pembela al Ghozali, pun demikian beliau tdk terlepas dr mengkritik beliau:
“Adapun apa yang dianggap cacat pada kitab al-Ihya disebabkan kelemahan sebahagian hadith-hadithnya, karna al-Ghazali diketahui bukanlah seorang pakar dalam bidang hadith”. Bahkan beliau menghitung sebanyak 943 hadith yang tidak didapati sanad asalnya. (Tabaqat al-Syafi`yyah al-Kubra, 3/449, Beirut :Dar al-Kutub al-`Ilmiyyah)...dan malah ada kitab khusus yg berjudul : Al-Mughni `an haml al-Asfar fi al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ihya min al-Akhbar oleh Al-Hafiz Abu Fadl `Abd ur -Rahim al-`Iraqi (meninggal 806H).

Blog, Updated at: 4:46 AM

1 comments:

Komentarlah dengan bijak :-)