Tidak Sah, Mimpi Dijadikan Dalil Hukum

Posted by Kafanal Kafi on Saturday, March 22, 2014

Ilustrasi : Mimpi
Tidak Sah, Mimpi Dijadikan Dalil Hukum
Oleh : Abidun, Lc

Penulis merasa terheran-heran ketika mendengar masih saja ada muslim yang menjadikan mimpi sebagai dasar hukum. Ada juga dari kelompok Sufi yang dalam menshahihkan hadits atau tidaknya berdasarkan mimpi yang ia akui bahwa ia bertemu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam begini dan begini. Padahal sudah jelas bahwa bahwa dasar hukum yang disepakati Jumhur Ahlussunnah wal-Jamaah adalah Al-Qur`an, hadits, ijma’ dan qiyas. Kemudian ada dalil-dalil lain yang diperselisihkan secara ketat di kalangan Ahli Ushul dan Fuqaha, seperti istihsan, maslahat mursalah, sadd adz-dzari’ah,‘urf, syar’u man qablana, qaul ash-shahabi dan dalil-dalil lainnya yang menjadi bahan kajian ilmu Ushul Fiqih. Sama sekali mimpi tidak dibahas sebagai dalil-dalil syar’i yang diperselisihkan tersebut, apalagi yang disepakati.

Mimpi itu bermacam-macam. Ada yang mimpi benar, mimpi dusta dan mimpi kembang tidur (adhghatsu ahlam). Untuk mimpi yang benar, tidak hanya orang shaleh yang mengalaminya. Orang yang fasik pun dapat mengalaminya. Bahkan orang kafir pun dapat mengalaminya, seperti mimpi raja Fir’aun. Al-Qur`an merekam kisah tersebut dalam surat Yusuf. Allah subhanahu wata’ala berfirman,


يُوسُفُ أَيُّهَا الصِّدِّيقُ أَفْتِنَا فِي سَبْعِ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعِ سُنْبُلَاتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ لَعَلِّي أَرْجِعُ إِلَى النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَعْلَمُونَ  قَالَ تَزْرَعُونَ سَبْعَ سِنِينَ دَأَبًا فَمَا حَصَدْتُمْ فَذَرُوهُ فِي سُنْبُلِهِ إِلَّا قَلِيلًامِمَّا تَأْكُلُونَ ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ سَبْعٌ شِدَادٌ يَأْكُلْنَ مَاقَدَّمْتُمْ لَهُنَّ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّا تُحْصِنُونَ ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ عَامٌ فِيهِ يُغَاثُ النَّاسُ وَفِيهِ يَعْصِرُونَ

"Yusuf, wahai orang yang sangat dipercaya! Terangkanlah kepada kami (takwil mimpi) tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk yang dimakan oleh tujuh (ekor sapi betina) yang kurus, tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya. Dia (Yusuf) berkata, "Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian setelah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan.
Setelah itu akan datang tahun,dimana manusia diberi hujan (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras (anggur)." (QS.Yusuf:46-49)

Mimpi Fir’aun tersebut benar terjadi dan telah ditafsirkan Nabi Yusuf. Dan jelas bagi kita bahwa Fir’aun pemimpin kafir, namunmimpinya tersebut benar terjadi. Adapun kemampuan Nabi Yusuf alaihissalam dalam menafsirkan mimpi itu berdasarkan wahyu yang diberikan Allah kepadanya.Hal ini dapat kita pahami dari firman Allah subhanahu wata’ala,

ذَلِكُمَا مِمَّاعَلَّمَنِي رَبِّي
“Itu sebagian dari yang diajarkan Tuhan kepadaku.” (QS.Yusuf: 37)

Pembaca yang budiman, karena mimpi tidak dapat dipastikan kebenarannya, maka dia tidak boleh menjadi dasar hukum. Andaikata mimpi boleh dijadikan sebagai dasar hukum, segala macam orang akan berdalil dengan mimpi. Maka betapa kacaunya agama jika didasarkan dengan mimpi.

Karena itulah para ulama telah sepakat bahwa mimpi tidak dapat dijadikan dasar hukum. Imam Nawawi telah menukil perkataan Qadhi Iyadh dalam Syarah Shahih Muslim, 1/115, tentang berhujjah dengan mimpi. Ia mengatakan,

إنه لا يبطل بسببه ـ أي المنام ـ سنة ثبتت، ولا يثبت به سنة لم تثبت, وهذا بإجماع العلماء.

“Sesungguhnya mimpi tidaklah menggugurkan Sunnah yang telah tetap dan tidak menetapkan Sunnah yang tidaktetap. Ini merupakan ijma’ para ulama.”

Kemudian Imam Nawawi mengatakan,

وكذا قال غيره من أصحابنا وغيرهم. فنقلوا الاتفاق على أنه لا يغير بسبب ما يراه النائم ما تقرر في الشرع.

“Demikian juga selain dia (QadhiIyadh) dari teman-teman kami dan lainnya. Mereka menukil adanya kesepakatan bahwa apa-apa yang telah tetap dalam syara’ tidak berubah dengan sebab mimpi orang yang tidur.”

Imam Nawawi juga berkata dalam Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, 6/292,

لو كانت ليلة الثلاثين من شعبان, ولم ير الناس الهلال, فرأى إنسان النبي صلى الله عليه وسلم في المنام، فقال له: الليلة أول رمضان لم يصح الصوم بهذا المنام، لا لصاحب المنام ولا لغيره.

“Jika malam tiga puluh Sya’ban dan manusia tidak melihat bulan, lalu seseorang bermimpi melihat Nabi shallallahu alaihi wasallam, dan beliau bersabda kepadanya, “Malam ini adalah malam pertama Ramadhan,” puasa tidak sah dengan dasar mimpi ini, baik bagi orang yang bermimpi maupun selain orang yang bermimpi.”

Imam Syathibi mengatakan dalam Al-I’tisham, 2/93,

وأَضعف هؤلاءِ احْتِجَاجًا: قَوْمٌ اسْتَنَدُوا فِي أَخذ الأَعمال إِلى الْمَنَامَاتِ، وأَقبلواوأَعرضوا بِسَبَبِهَا، فيقولون: رأَينا فلاناً الرجل الصالح في النوم، فَقَالَ لَنَا:اتْرُكُوا كَذَا، وَاعْمَلُوا كَذَا. وَيَتَّفِقُ مثل هذا كثيراً للمُتَرَسِّمين برَسْم التَّصَوُّفِ.

 “Yang lebih lemah daripada mereka (ahli bid’ah) dalam berdalil adalah kaum yang dalam melakukan amal bersandar kepada mimpi-mimpi, menghadap dan berpaling sebab mimpi dan mengatakan, “Kami melihat fulan saleh dalam mimpi, lalu ia berkata kepada kami, “Tinggalkan begini dan amalkan begini.” Hal ini banyak ditemukan dalam orang-orang yang bercorak tasawuf (yang menyimpang).”

Dengan demikianlah, jelaslah bahwa para ulama telah sepakat bahwa mimpi tidak boleh dijadikan sebagai dasar hukum. Semoga kita dilindungi Allah dari terjerumus ke dalam jalan-jalan kesesatan. Amin.

Blog, Updated at: 3:11 AM

0 comments:

Post a Comment

Komentarlah dengan bijak :-)